Rabu, 15 Juli 2020

Menakar Gerilya Pindad Asah Runcing Taring Maung


Perusahaan pelat merah Pindad punya mimpi bertransformasi seperti Jeep, Land Rover, atau produsen Humvee, AM General, yang sukses memproduksi kendaraan sipil dari platform produk militer.
Buat mewujudkan itu Pindad telah merancang kendaraan taktis (rantis) jenis baru mirip SUV bernama Maung. Prototipe Maung mendadak populer belakangan karena sempat dijajal Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Nama Maung, yang berarti harimau dalam bahasa sunda, diberikan Prabowo. Pindad memang kerap menyerahkan penamaan kendaraan kepada pejabat tinggi negara, rantis sebelum Maung, Komodo, dinamakan oleh Presiden Susilo Bambanng Yudhoyono pada 2012.


Maung merupakan rantis lebih ringkas ketimbang Komodo yang dirancang untuk pertempuran jarak dekat. Kabinnya yang dilindungi dinding antipeluru mampu mengangkut empat penumpang.

Maung juga didukung kemampuan persenjataan kaliber 7,62 dan konsol senapan serbu SS2-V4 yang juga dibuat Pindad.

Prabowo senang dengan Maung. Selain memberinya nama, pesaing Presiden Joko Widodo saat Pemilihan Presiden tahun lalu ini juga diketahui telah memesan 500 unit Maung yang dijual Rp600 jutaan sebagai alat pertahanan negara.

Pesanan itu merupakan pernyataan dukungan buat Pindad sebagai salah satu produsen produk militer di dalam negeri. Langkah Prabowo juga sejalan dengan keinginan Jokowi yang mau Kementerian Pertahanan belanja alutsista buatan lokal untuk menggairahkan perekonomian di tengah pandemi Covid-19.

"Di Kemenhan, bisa saja beli di Dirgantara Indonesia (DI), beli di Pindad, beli di PAL, yang bayar di sini ya yang cash, cash, cash APBN. Beli produk dalam negeri, saya kira Pak Menhan juga lebih tahu mengenai ini," ujar Jokowi, pada Kamis (9/7).

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai apa yang disampaikan Jokowi dan tindakan Prabowo mendekat ke Pindad sudah tepat karena dapat mendukung industri lokal menggeliat.

Namun kata Agus pemerintahan Indonesia harus memberi perhatian lebih pada industri dengan misalnya menelurkan kebijakan melarang belanja anggaran pertahanan ke luar negeri jika terdapat produsen di Indonesia yang mampu.

Anggaran Kemenhan pada 2020 diketahui mencapai Rp117,9 triliun, itu lebih tinggi dibanding kementerian atau institusi negara yang lain. Misalnya anggaran Polri sebesar Rp92,6 triliun, Kementerian Sosial Rp104,4 triliun, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Rp70,7 triliun, dan Kementerian Perhubungan Rp32,7 triliun.

Selain soal kebijakan, Agus juga berpendapat industri produk militer lokal seperti produk rantis mampu berkembang jika memiliki pembeli konsisten artinya punya jaminan pasar.

Produsen militer seperti Pindad juga diimbau bukan hanya menunggu, tetapi mesti berpikir 'liar'. Maksudnya, kata Agus, mereka juga harus mengembangkan kompetensi dan kemampuan agar kendaraan-kendaraan yang dihasilkan sesuai kebutuhan misalnya untuk TNI atau Polri.

"Kan pasarnya mereka, jadi harus dikembangkan sesuai dengan apa yang diinginkan mereka jadi bisa terus berproduksi," ungkap Agus.

Kendala mesin impor
Menjadi produsen rantis di negara sendiri, diakui Direktur Utama Pindad Abraham Mose, bukan perkara mudah. Perusahaan perlu menerapkan sejumlah strategi agar produk yang dihasilkan setara kualitas internasional, sesuai permintaan pemesan, namun tetap mempertahankan konten lokal.

Abraham mengatakan sejauh ini perusahaan selalu menerapkan hal tersebut sehingga desain, material, dan komponen diupayakan selalu berasal dari Indonesia.

Hanya saja, Pindad memiliki kekurangan lantaran belum dapat memproduksi mesin sendiri. Pindad masih mendatangkan mesin secara utuh dari luar negeri untuk kendaraan yang dihasilkan seperti produk tank menggunakan mesin Caterpillar, Komodo 4x4 series memakai produk Hino dan Renault, hingga rantis Maung yang tersemat mesin Toyota Hilux.

Sejauh ini klaim Tingkat Kandungan Lokal Dalam Negeri (TKDN) kendaraan Pindad mendekati 58 persen. Pindad punya rencana jangka panjang mendirikan pabrik mesin sendiri di Indonesia buat meningkatkan itu.

"Jadi goal-nya itu kesana," kata Abraham.

"Kami baru mendekati 58 persen. Sisanya itu belum bisa karena kami akui masih impor mesin secara utuh. Nilai mesin buat TKDN kan besar sekali bisa sampai 40-an persen," kata Abraham.

Prabowo juga dikatakan Abraham punya andil mendorong Pindad menggunakan mesin yang dibuat di Indonesia.

"Jadi ada satu sisi yang disampaikan Pak Menhan ke saya, bangun industri engine di Indonesia. Ini kami lagi hitung untuk pesanan dalam jumlah banyak, ya sudah harus gunakan engine produksi Indonesia," ucap Abraham.

Minta dukungan asing
Pindad punya strategi rencana bekerja sama dengan produsen asing untuk memproduksi mesin di dalam negeri. Abraham menjelaskan sudah membidik merek Jepang misalnya Hino, Isuzu, Toyota, sampai produsen asal India, Tata.

"Nah sekarang kami sedang lihat mau kerjasama dengan vendor teknologi. Dengan begitu tentu nanti kami bisa lebih kompetitif toh dari segi harga misalnya," ucap Abraham.

Menggandeng produsen asing dikatakan tidak akan mudah sebab mereka dianggap punya tujuan dan kepentingan bisnis tersendiri.

"Saya ambil contoh Toyota, mereka punya pasar besar di Indonesia. Apakah mau mereka bikin industri engine di Indonesia. Jadi saya pikir kebijakan Indonesia juga harus bantu supaya nanti Indonesia punya pabrik engine. Itu harus biar tidak impor lagi," kata Abraham.

Upaya keras Abraham meningkatkan kandungan lokal memandang industri kendaraan militer, terutama rantis, cukup menjanjikan. Menurut dia kebutuhan kendaraan militer hanya dari permintaan dalam negeri mencapai mendekati 1.000 unit per tahun.

"Contoh alat angkut prajurit 1.000 unit, kendaraan tempur 4x4 600 unit, terus ada lagi 3.000 unit. Itu untuk lima tahun. Berarti hampir 1.000 unit per tahun. Tapi kalau pesanan berkelanjutan kan bagus. Dan ekspor kami juga ada, tapi masih sedikit," kata Abraham.

Jeep, Land Rover, dan AM General
Menurut Abraham, Maung telah dipersiapkan menjadi kendaraan lebih 'jinak' kemudian dijual ke masyarakat luas. Pindad berencana menjual Maung versi sipil dengan harga setara model SUV seperti Toyota Fortuner atau Mitsubishi Pajero Sport, yakni di kisaran Rp400 juta - Rp500 juta.

Abraham bilang produksi Maung akan dilakukan pada Oktober untuk memenuhi kebutuhan pesanan Kemenhan lebih dulu. Setelah itu pihaknya diizinkan menjual Maung ke pasar retail.

Jika Pindad kesampaian menjual Maung ke pasar ritel, itu menjadikannya produsen produk militer pertama di Indonesia yang pernah melakukannya. Status Pindad itu bakal serupa Jeep, Land Rover, atau AM General, produsen Humvee.

Agus menilai Pindad seharusnya memikirkan matang rencana itu. Menurut Agus Pindad lebih baik fokus dulu mengembangkan diri untuk memenuhi kebutuhan pertahanan negara.

"Kalau bisa ya kenapa enggak. Tapi saya selalu berpikir fokus dulu karena kita ini harus memperkuat TNI-Polri. Terus bikin deh RnD, itu dulu. Kecuali orangnya banyak dan modal ada. Terus kalau itu mau dipasarin di Indonesia kan belum tentu orang mau beli. Kalau pasarin di luar negeri ya sangat tidak mudah," ungkap Agus.

Salaman, bukan lawan
Abraham menjelaskan salah satu strategi Pindad menjual Maung versi sipil yakni memisahkan diri dari persaingan merek yang sudah punya pondasi kuat di Tanah Air. Caranya yaitu menjadikan salah satu dari mereka sebagai rekanan.

"Ya itu bagi saya kami harus bicara ini benteng di depan tidak gampang. Karena Jepang punya kepentingan besar, belum lagi Korea. Sementara kalau kami bangun sendiri otomatis bersaing dengan mereka," kata Abraham.

"Maka saya pikir pokoknya itu tidak kita head to head, tapi kami lakukan strategi partnership. Kami ajak masuk untuk membangun engine Indonesia dengan Jepang, Eropa, dan lainnya. Strategi partnership paling penting," ujar Abraham kemudian.

Abraham juga bilang jika menjadi rekan bisnis, kedua pihak bakal saling menguntungkan.

"Kalau berteman mereka untung dan win win solution, kami bisa saling membantu. Karena pertama kami ya belum punya, dan pasar yang kuasai mereka, mau tidak mau konsep strategi partnership bukan bersaing," kata Abraham.

Tidak ada komentar:
Write komentar